Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyoroti kasus pernikahan anak di Lombok Tengah yang melibatkan siswa SMP dan SMK. KPAI meminta pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk memberi sanksi tegas kepada semua pihak yang memfasilitasi atau membiarkan praktik tersebut terjadi.
Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra, menyatakan bahwa pernikahan anak melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak serta Undang-Undang Perkawinan yang telah menetapkan batas usia minimal 19 tahun untuk menikah. “Kami mendesak adanya penegakan hukum agar pernikahan dini tidak terus berulang dan dianggap sebagai hal biasa,” tegas Jasra.
Menurutnya, praktik pernikahan anak mengancam hak dasar anak, termasuk hak atas pendidikan, kesehatan, dan perlindungan dari kekerasan. Jasra juga menyebut bahwa pembiaran terhadap praktik ini dapat memperburuk angka putus sekolah serta meningkatkan risiko kekerasan dalam rumah tangga.
KPAI telah meminta Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) serta Dinas Pendidikan setempat untuk medusa88 alternatif menyelidiki kasus ini secara menyeluruh. Mereka juga mendorong pemerintah daerah untuk memperkuat edukasi kepada masyarakat soal dampak negatif pernikahan anak.
Sementara itu, KPAI mengajak tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk tidak melegitimasi praktik tersebut. “Kami ingin masyarakat memahami bahwa pernikahan dini bukan solusi, melainkan persoalan serius yang harus dicegah bersama,” tambahnya.
KPAI berkomitmen untuk terus mengawasi dan mendorong perlindungan maksimal bagi anak-anak di seluruh Indonesia. Mereka berharap kasus di Lombok Tengah menjadi peringatan keras agar semua pihak lebih peduli terhadap hak-hak anak yang sering terabaikan.